Langsung ke konten utama

KONSEP KINERJA DAN RETENSI INDIVIDUAL

Sumber Daya Manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan berjalannya kegiatan di dalam organisasi. Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh tingkat kompetensi, profesionalisme, dan juga komitmennya terhadap bidang pekerjaan yang ditekuninya. Kinerja seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat kepuasan kerja yang dimiliki. Kepuasan kerja seseorang juga dipengaruhi baik dari dalam maupun dari luar. Untuk sisi internal, kepuasan kerja seseorang akan menyangkut komitmennya dalam bekerja, baik komitmen professional maupun komitmen organisasional. Sedangkan dari sisi eksternal, kepuasan kerja dipengaruhi oleh lingkungannya dimana seseorang berada (Amilin dan Rosita Dewi, 2008:13).
     Kualitas  manusia  yang  dibutuhkan  oleh  bangsa  Indonesia  pada  masa  yang  akan  datang adalah yang mampu  menghadapi  persaingan yang semakin ketat  dengabangsa lain  di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis.
       Sehubungan dengan penjelasan di atas, tulisan ini akan membahas mengenai kinerja dan faktor-faktornya, kontrak psikologis, kepuasan kerja dan kontrak organisasi serta retensi individual serta manajemen retensi individual.

A.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep kinerja, kontrak psikologis dan kepuasan kerja?
2.      Bagaimana manajemen retensi individual?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses (Nurlaila, 2010:71). Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans, 2005:165).
Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler, 2000:41). Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan (Mangkunagara, 2002:22).
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005:50).
Sedangkan Mathis dan Jackson (2006:65) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Kinerja merupakan hasil kerja dari tingkah laku (Amstrong, 1999:15). Pengertian kinerja ini mengaitkan antara hasil kerja dengan tingkah laku. Sebgai tingkah laku, kinerja merupakan aktivitas manusia yang diarahkan pada pelaksanaan tugas organisasi yang dibebankan kepadanya.
B.     Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
1.      Efektifitas dan Efisiensi 
       Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien (Prawirosentono, 1999:27).
2.      Otoritas (Wewenang)
       Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono, 1999:27). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dalam organisasi tersebut.
3.      Disiplin 
       Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku (Prawirosentono, 1999:27). Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja.
4.      Inisiatif 
       Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
C.    Kontrak Psikologis
1.      Pengertian Kontrak Psikologis
       Istilah kontrak psikologis berbeda dengan kontrak kerja. Robinson dan Rousseau (2000) menyatakan bahwa kontrak kerja secara umum mengacu pada dokumen tertulis yang mengatur hak dan kewajiban seorang karyawan dan tunduk pada peraturan perusahaan. Selanjutnya Robinson dan Rousseau (2000) menjelaskan bahwa kontrak mengikat karyawan dan perusahaan dalam suatu persatuan kerja, mengatur perilaku masing-masing pihak dalam perusahaan serta memungkinkan pencapaian tujuan perusahaan (Robinson dan Rousseau, 2000).
       Istilah kontrak psikologis pertama kali diperkenalkan oleh dua orang psikolog, yaitu Argyris dan Menninger (dalam Conway dan Briner, 2005). Definisi mengenai kontrak psikologis mengalami perkembangan mulai dari awal teori ini diperkenalkan hingga saat ini.
       Kontrak psikologis merupakan keyakinan individu, yang dibentuk dari organisasi, keyakinan tersebut mengacu pada persetujuan antara individu dan organisasinya. Sedangkan Menurut Herriot dan Pemberton (dalam Conway dan Briner, 2005) kontrak psikologis merupakan persepsi organisasi dan individu tentang kewajiban masing-masing pihak yang terbentuk secara tidak langsung dalam hubungan kerja. Lebih jelasnya, Morrison and Robinson (dalam Conway dan Briner, 2005) mengemukakan bahwa kontrak psikologis mengacu pada keyakinan-keyakinan karyawan mengenai kewajiban-kewajiban yang bersifat timbal balik antara karyawan dan organisasinya, di mana kewajiban tersebut didasarkan pada janji-janji yang dipersepsikan dan tidak disadari dengan penting oleh agen-agen yang ada pada organisasi.
2.      Aspek-Aspek Kontrak Psikologis
       Aspek kontrak psikologis mengacu pada keyakinan tentang janji-janji seorang karyawan kepada organisasi dan hal-hal yang dijanjikan organisasi kepada karyawannya. Conway dan Briner (2005) menekankan bahwa aspek kontrak psikologis mengacu pada keyakinan tentang janji-janji organisasi kepada karyawannya atas kontribusi mereka terhadap organisasi. Seperti upah, kesempatan promosi, pelatihan, peningkatan kesejahteraan. 
       Menurut De Vos (2002) kontrak psikologis mencakup aspek hubungan kerja baik yang dilakukan perusahaan kepada karyawan maupun karyawan kepada perusahaan. Organisasi berjanji kepada karyawannya dalam hal :
a.      Pengembangan karir
Menawarkan kemungkinan untuk pengembangan dan promosi dalam organisasi (seperti kemungkinan untuk pengembangan, diangkat menjadi pegawai tetap, peluang promosi)
b.      Penawaran Pekerjaan (job konten)
Penawaran Pekerjaan, penawaran menantang, konten pekerjaan yang menarik, seperti kerja di mana karyawan dapat menggunakan kapasitas mereka.
c.       Lingkungan sosial
Lingkungan sosial nya menawarkan lingkungan kerja dan menyenangkan seperti baik komunikasi antar rekan kerja, kerjasama yang baik dalam kelompok baik terhadap atasan maupun sesame rekan kerja.
d.      Keuangan
Kompensasi Penawaran ganti rugi yang tepat, seperti : remunerasi sepadan dengan pekerjaan, kondisi kerja yang memiliki konsekuensi pajak yang menguntungkan e. Keseimbangan dengan pribadi karyawan Penawaran menghormati dan pemahaman untuk situasi pribadi karyawan. Misalnya : fleksibilitas dalam jam kerja, pemahaman tentang keadaan pribadi.
Sedangkan janji karyawan yang merupakan wujud timbal balik adalah sebagai berikut :
a.      Usaha dan performance kinerja
Kesediaan untuk bekerja lebih baik untuk kemajuan organisasi. Dengan cara meningkatkan prestasi kerja, bekerja baik secara kuantitatif dan kualitatif, dapat bekerja sama dengann baik terhadap pimpinan dan rekan kerja.
b.      Keluwesan
Kesediaan untuk menjadi fleksibel dalam melaksanakan pekerjaan yang perlu dilakukan seperti bekerja lembur, membawa pulang kerja.
c.       Loyalitas
Kesediaan untuk terus bekerja lebih lama untuk organisasi dengan cara tidak menerima setiap tawaran pekerjaan yang datang bersama, bekerja untuk organisasi selama beberapa tahun setidaknya.
d.      Berperilaku lebih baik
Kesediaan untuk bertingkah laku lebih baik terhadap organisasi. Seperti tidak membongkar rahasia dan informasi penting perusahaan, jujur berurusan dengan sumber daya dan anggaran 
e.       Ketersediaan 
Kesediaan untuk menjaga status ketersediaan pada tingkat yang dapat diterima, seperti : mengambil pelatihan yang tersedia, bersedia mengikuti jenjang pendalaman pendidikan dann ketrampilan jika dibutuhkan perusahaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa aspek kontrak psikologis mengacu pada timbal balik antara organisasi dengan karyawan nya. Karyawan berkeyakinan mengenai hal-hal yang dijanjikan organisasi baik dalam hal keadilan pemberian gajih, kejelasan status kerja, kesejahteraan pegawai dan peningkatan karir yang jelas. Organisasi juga mengharapkan karyawan yang dapat selalu kontribusi nya guna kemajuan perusahaan.
3.      Pelanggaran Kontrak Psikologis
       Menurut Conway dan Briner (2005), ketika salah satu pihak telah gagal dalam memenuhi kewajibannya maka akan terjadi pelanggaran kontrak psikologis. Pelanggaran tersebut dipersepsikan karyawan telah dilakukan oleh organisasi. Sama halnya dengan kontrak psikologis, pelanggaran kontrak psikologis bersifat subjektif dan didasarkan pada persepsi karyawan terhadap janji-janji yang bersifat eksplisit maupun implisit.
4.      Konsekuensi Kontrak Psikologis
       Secara umum, para peneliti meyakini bahwa pelanggaran kontrak psikologis berdampak pada karyawan dan organisasi. Berdasarkan hasil kutipan dari Conway dan Briner (2005), studi empiris menemukan bahwa pelanggaran kontrak psikologis berdampak pada sikap yang negatif terhadap pekerjaan dan organisasinya (Johnson, 2003), rendahnya kepuasan kerja (Tekleab dan Taylor, 2003), rendahnya komitmen organisasi (Robinson, 1996), rendahnya kinerja (Turnlay dan Feldman, 2000) dan meningkatnya karyawan untuk keluar dari organisasi (Conway dan Briner, 2005). 
D.    Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi
1.      Kepuasan Kerja
a.      Definisi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja didefinisikan sebagai tingkat pengaruh positif karyawan terhadap pekerjaannya atau situasi pekerjaan (Locke, 1976: Spector, 1977). Pengaruh positip pada definisi ini dapat ditambahkan komponen kognitif dan perilaku, hal ini sesuai dengan cara psikologis social mendefinisikan sikap (Zanna & Rempel, 1988). Kepuasan kerja nyatanya adalah sikap karyawan terhadap pekerjaannya.
Aspek kognitif dari kepuasan kerja merupakan keyakinan karyawan tentang pekerjaannya, yaitu keyakinan bahwa pekerjaannya menarik, tidak menarik, banyak tuntutan dsb. Aspek kognitif ini tidak bebas dari aspek afektif yaitu sangat terkait dengan perasaan dari pengaruh positif.
Komponen perilaku  merupakan perilaku karyawan atau lebih sering kecenderungan perilaku terhadap pekerjaannya. Tingkat kepuasan kerja karyawan juga menjadi nyata oleh fakta bahwa ia mencoba untuk mengikuti pekerjaan secara teratur, bekerja keras, dan berniat tetap menjadi anggota organisasi utk waktu yang lama. Dibanding komponen kognitif dan afektif dari kepuasan kerja, komponen perilaku sedikit informative, karna sikap tidak selalu sesuai dengan perilaku, spt seseorang tidak suka dg pekerjaannya tetapi tetap sbg karyawan karna alasan financial.
b.      Dampak dari Kepuasan Kerja
1)      Terhadap Produktivitas Kerja.
       Banyak pendapat yang menyatakan bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan menaikkan kepuasan kerja, namun hasil penelitian tidak mendukung pandangan ini, karena hubungan antara produktivitas kerja dengan kepuasan kerja sangat kecil. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh banyak faktor – faktor moderator disamping kepuasan kerja.
2)      Terhadap Kemangkiran Dan Keluarnya Tenaga Kerja.      
       Ketidakhadiran lebih bersifat spontan dan kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja, berbeda dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan. Steers dan Rhodes mengembangkan model pengaruh dari kehadiran. Ada dua faktor pada perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka percaya bahwa motivasi untuk hadir dipengaruhi oleh kepuasan kerja.
3)      Terhadap Kesehatan
       Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan kesehatan fisik dan mental. Kesehatan mental dan kepuasan kerja adalah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dari kemampuan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Skor – skor ini juga berkaitan dengan tingkat dari kepuasan kerja dan tingkat dari jabatan. Meskipun jelas adanya hubungan kepuasan kerja dengan kesehatan, namun hubungan kausalnya masih tidak jelas.
2.      Komitmen Organisasi
       Konsep komitmen organisasi telah didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda. Menurut Cherirington (1996) dalam Khikmah (2005) komitmen organisasi sebagai nilai personal, yang kadang-kadang mengacu sebagai sikap loyal pada perusahaan. Robbins (2003) mengemukakan komitmen organisasi merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka terhadap organisasi tempat bekerja.
       Komitmen organisasi ialah sikap karyawan yang tertarik dengan tujuan, nilai dan sasaran organisasi yang ditunjukan dengan adanya penerimaan individu atas nilai dan tujuan organisasi serta memiliki keinginan untuk berafiliasi dengan organisasi dan kesediaan bekerja keras untuk organisasi sehingga membuat individu betah dan tetap ingin bertahan di organisasi tersebut demi tercapainya tujuan dan kelangsungan organisasi. Komitmen organisasi diungkap dengan skala komitmen organisasi. Aspek komitmen diungkap melalui aspek yang dikemukakan Schultz dan Schultz (1993, 290) yaitu : (1) penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi (2) kesediaan untuk berusaha keras demi organisasi dan (3) memiliki keinginan untuk berafiliasi dengan organisasi.
E.     Retensi Individual
1.      Pengertian Retensi Individual
       Definisi atau pengertian retensi karyawan sering  diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan karyawan di dalam organisasi. Retensi karyawan mengacu pada berbagai kebijakan dan praktik yang mengarahkan karyawan agar bertahan di organisasi untuk jangka waktu yang lebih lama.
       Setiap organisasi menginvestasikan waktu dan uang untuk mengembangkan rekrutmen baru agar ia siap bekerja dan dapat menyamai karyawan yang sudah ada.  Oleh karena itu pula, kehilangan karyawan selalu berarti kehilangan pengetahuan, modal, keahlian, dan pengalaman. Bila organisasi kehilangan seseorang dengan banyak pengetahuan dan terlatih, pada dasarnya organisasi telah kehilangan pendapatan yang seharusnya dihasilkan karyawan tersebut. Hal demikian dapat ditafsirkan bahwa perusahaan telah mengalami kehilangan besar.
       Berdasarkan pemahan tersebut di atas, menjadi sangat penting bagi organisasi agar tidak kehilangan karyawan, yang dapat mengakibatkan kerugian dan inefisiensi dalam pekerjaan organisasi. Untuk itu perlu dikembangkan langkah-langkah yang dapat mempertahankan aset sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Prinsipnya, semakin besar karyawan merasa organisasi tempatnya bekerja mengembangkan kebijakan sumber daya manusia yang berpusat pada kesejahteraan secara profesional, maka semakin kecil kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi yang mempekerjakan mereka, demikian dikatakan oleh  Paille, Bordeau & Galois (2010).
2.      Faktor-faktor Retensi Individual
Ada beberapa faktor penentu  retensi karyawan. Kalau merujuk pendapat Mathis & Jackson (2006, p128-135), faktor-faktor tersebut antara lain:
[
a.       Komponen Organisasional
Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan mereka. Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif serta berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah. Strategi, peluang, dan manajemen organisasional di dalam perusahaan yang dikelola dengan baik juga akan mempengaruhi retensi karyawan. Demikian pula dengan kontinuitas dan keamanan kerja (job security) seseorang di suatu organisasi, juga turut berpengaruh terhadap retensi karyawan.
b.      Peluang Karier Organisasional.
Survei terhadap karyawan di semua jenis pekerjaan tetap menunjukkan bahwa usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat retensi karyawan secara signifikan. Faktor-faktor yang mendasarinya adalah pelatihan karyawan secara kontinu yang dilakukan perusahaan, pengembangan dan bimbingan karier terhadap seseorang, serta perencanaan karier formal di dalam suatu organisasi.
c.       Penghargaan dan Retensi Karyawan.
Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja, datang dan pembentukan gaji, insentif, dan tunjangan. Menurut banyak survei dan pengalaman, satu hal yang penting terhadap retensi karyawan adalah mempunyai praktik kompensasi yang kompetitif. Penghargaan yang kompetitif tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gaji dan tunjangan yang kompetitif, penghargaan berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap karyawan serta tunjangan dan bonus spesial.
d.      Rancangan Tugas dan Pekerjaan
Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan pekerjaan yang dilakukan. Beberapa organisasi menemukan bahwa angka perputaran karyawan yang tinggi dalam beberapa bulan lamanya pekerjaan sering kali dihubungkan dengan usaha penyaringan seleksi yang kurang memadai. Rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus memperhatikan unsur tanggung jawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja karyawan, kondisi kerja yang baik (faktor fisik dan lingkungan seperti, ruang, pencahayaan, suhu, kegaduhan dan sejenisnya), dan keseimbangan kerja/kehidupan karyawan.
e.       Hubungan Karyawan.
Hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi menjadi faktor yang diketahui dapat mempengaruhi retensi karyawan. Apabila karyawan memperoleh perlakuan yang adil atau tidak diskriminatif, mendapat dukungan dari supervisor atau manajemen, dan memiliki hubungan dengan rekan kerja yang baik, maka hal-hal ini akan mempengaruhi retensi karyawan.
3.      Mengelola Retensi Individual
Untuk mencegah terjadinya retensi karyawan atau setidaknya kalaupun harus ada retensi karyawan maka retensi tersebut haruslah dikelola. Mengelola retensi karyawan merupakan sebuah proses.  Gambaran mengenai proses mengelola retensi karyawan sebagai berikut:
a.      Pengukuran dan penilaian retensi karyawan
Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan retensi karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih membutuhkan data dan analisis daripada kesan subjektif dati situasi individual yang dipilih, atau reaksi terhadap hilangnya beberapa orang penting. Oleh karena itu, adalah penting untuk mempunyai beberapa jenis ukuran dan analisis yang berbeda. Data yang dapat diukur dan dinilai, terdiri dari: Analisis pengukuran perputaran, biaya perputaran, survei karyawan dan wawancara keluar kerja
b.      Intervensi Retensi Karyawan
Berbagai intervensi Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa cara, yaitu: pengembangan sistem  perekrutan dan seleksi, orientasi dan pelatihan, kompensasi dan tunjangan, perencanaan dan pengembangan karier, dan hubungan karyawan yang juga mempertimbangkan upaya meminimalisir retensi karyawan.
c.       Evaluasi dan Tindak Lanjut
Setelah usaha intervensi dilakukan, selanjutnya evaluasi dan tindak lanjut dapat dilakukan dengan cara: menelaah data perputaran secara tetap, memeriksa hasil intervensi dan menyesuaikan usaha intervensi.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kinerja merupakan hasil kerja yang mencakup seluruh kegiatan yang dilakukan guna meningkatkan prestasi diri dan juga mengembangkan sebuah institusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yakni efektifitas dan efisiensi, otoritas, disiplin, dan inisiatif.
Kontrak psikologis adalah keyakinan individu yang dibentuk dari organisasi dan keyakinan. Aspek psikologis berupa janji kepada karyawan terkait karir dan juga berupa umpan balik dari kinerja karyawan. Kontrak psikologis dapat dilanggar dengan salah satu pihak gagal dalam memenuhi kewajibannya. Konsekuensinya ialah dampak negatif berupa penurunan kinerja, komitmen dan lain sebagainya.
Kepuasan kerja merupakan pengaruh positif terhadap karyawan terhadap pekerjaannya. Dampak dari kepuasan kerja sangat erat terhadap produktivitas kerja. Sikap karyawan yang tertarik dengan tujuan, nilai dan sasaran organisasi dinamakan komitmen.
Retensi individual diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan karyawan didalam organisasi. Retensi mengacu pada kebijakan dalam waktu lama. Faktor-faktor retensi individual komponen organisasi, peluang karier organisasi, penghargaan, dan hubungan dengan karyawan.









DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Mischael, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan
Sofyan dan Haryanto. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Mangkunegara, Anwar Prabu . 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Remaja
Rosdakarya. Bandung

Nurlaila, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Penerbit LepKhair.
Prawirosentono, Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan.
Yogyakarta: BPFE.

Rivai, Vethzal & Basri. 2005. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk
Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Kuswadi. 2004. Cara Mengukur Kepuasan Kerja Karyawan. Jakarta : PT
ElexMedia Komputindo

P. Robbin, Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT INDEKS

kelompok GRAMEDIA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP MOTIVASI DALAM PERILAKU ORGANISASI

Motivasi terbentuk dari adanya interaksi antara individu dengan situasi yang dihadapi. Motivasi bukanlah sebuah sifat pribadi namun lebih ke dorongan seseorang untuk bekerja atau mencapai suatu tujuan. Di dalam suatu organisasi, seorang atasan dituntut untuk mampu memberikan motivasi bagi bawahannya agar bekerja sesuai dengan tanggung jawabnya. Motivasi erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan individu, dimana semakin terpenuhi kebutuhan seseorang dalam organisasi, maka semakin termotivasi seseorang untuk bekerja dengan sebaik-baiknya Di Organisasi juga berlaku demikian. Mungkin seseorang yang bergabung dalam sebuah organisasi akan mengorbankan waktunya, tenaganya, pikirannya, materinya yang dimilikinya, bahkan ada yang mengorbankan nyawanya untuk sebuah organisasi. Karena ada yang dituju dan hasil yang diharapkan. T erlibat aktif dalam organisasi akan mengembangkan kemampuan dan kapasitas pribadi seseorang. Telah terbukti baik secara ilmiah maupun secara realita dikehidupan s

PRINSIP PENDIDIKAN PERSPEKTIF AL QURAN DAN HADITS

Pendidikan Islam merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan Islam merupakan pondasi awal untuk melangkah dan menjalani hidup yang terarah dan teratur. Manusia sebagai makhluk Allah diciptakan untuk senantiasa untuk beribadah kepada-Nya. Dalam beribadah tentunya tidak hanya sekedar hanya ikut-ikutan saja tetapi juga harus memiliki ilmu dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang bernilai ibadah. Allah swt . sangat menyukai orang-orang yang berpendidikan atau berilmu, sehingga Allah mengangkatkatnya kedalam derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan. Kita yang berprofesi sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya sekedar mengajar dan mendidik peserta didik, tetapi guru atau pendidik dalam menjalankan fungsinya juga harus mempunyai prinsip dalam mendidik atau mengajar. Prinsip pendidikan Islam inilah yang menjadi pegangan guru dalam menjalankan fungsinya. Didalam makalah ini akan kami bahas prinsip-prinsip pendidikan Is