Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini diutus
Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali kepada
Allah SWT. Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan.
Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu
orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu
melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Untuk mengetahui sejauh mana pendidikan yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW, khulafaur
rasyidin dan para sahabatnya. Maka di butuhkanya sejarah pendidikan islam.
Karena sejarah pendidikan islam memiliki dua kegunaan yaitu yang bersifat umum
yaitu sebagai factor keteladanan dan bersifat akademis yaitu memberikan
perbendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan (teori dan praktik). Sejarah pendidikan islam pada
hakikatnya tidak terlepas dari sejarah islam. Makalah ini penulis membahas sejarah
pendidikan Islam
pada masa Bani Umayyah.
A. Perumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
awal berdirinya dinasti Bani Umayyah?
2.
Bagaimana
Pola Pendidikan pada masa dinasti Bani Umayyah?
3.
Apa
saja Madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah?
B. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui berdirinya dinasti Bani Umayyah.
2.
Untuk
mengetahui pola pendidikan pada masa Bani Umayah.
3.
Untuk
mengetahui madrasah-madrasah yang berdiri pada masa Bani Umayyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Awal
berdirinya Bani Umayyah
Nama Bani Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn Abdi
Syams Ibnu Abdi Manaf, yaitu salah seorang pemimpin-pemimpin kabilah Quraisy di
zaman Jahiliyah. Dinasti Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah bin Aby Sufyan, dan
berkuasa sejak tahun 661 sampai tahun 750 Masehi dengan ibukota Damaskus. Ia
juga mengganti sistem pemerintahan muslim yang semula bersistem musyawarah
menjadi sistem Monarchy Herdity.
Pendirian Bani Umayyah dilakukanya dengan cara
menolak Ali menjadi khalifah, berperang melawan Ali dan melakukan perdamaian
(tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik menguntungkan Mu’awiyah.
Keberuntungan Muawiyyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh
khalifah Ali r.a. sehingga jabatan khalifah setelah Ali dipegang oleh putranya
yaitu Hasan ibn Ali selama beberapa Bulan akan tetapi karena tidak didukung pasukan
yang kuat sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat akhirnya dia melakukan
perjanjian dengan Hasan ibn Ali, isi perjanjian itu adalah bahwa pergantian
pemimpin akan di serahkan kepada umat islam setelah masa kepemimpinan Muawiyah
berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661 M (41 H.) dan tahun ini disebut ‘am
jamaat, karena perjanjian ini mempersatukan umat islam menjadi satu
kepemimpinan politik yaitu kepemimpinan muawiyyah.[1]
Dinasti Umayyah dibedakan menjadi dua: pertama,
Dinasti umayyah yang dirintis oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan (661-680M) yang
berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad yang mengubah system pemerintahan dari
khilafah menjadi monarki. Kedua, Dinasti Umayah di Andalusia, yang awalnya merupakan
wilayah taklukan Umayyah yang di pimpin seorang gubernur pada zaman Walid Bin
Abdul Malik (86-96 H/705-715 M) yang kemudian
menjadi kerajaan.[2]
B. Pola
Pendidikan Islam pada Masa Bani Umayyah
Secara esensial,
Pendidikan islam pada masa ini hampir sama dengan pendidikan pada periode
Khulafaur rasyidin. Namun pada masa bani umayyah ini pendidikan islam lebih
mengalami perkembangan yang cukup signifikan, diantaranya dapat di uraikan pada
pembahasan berikut:
1.
Kurikulum
Pada
masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi artinya
pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah
dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan
ekspansi teritorial. Pada
masa bani Umayyah, pakar pendidikan Islam menggunakan kata Al-Maddah untuk
pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan
serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat
tertentu. Sejalan
dengan perjalanan waktu pengertian kurikulum mulai berkembang dan cakupannya
lebih luas, yaitu mencakup segala aspek yang mempengaruhi pribadi siswa.
Kurikulum dalam pengertian yang modern ini mencakup tujuan, mata pelajaran,
proses belajar dan mengajar serta evaluasi. Berikut ini adalah macam-macam
kurikulum yang berkembang pada masa bani Umayyah:
a.
Kurikulum
Pendidikan Rendah
Terdapat kesukaran ketika ingin
membatasi mata pelajaran-mata pelajaran yang membentuk kurikulum untuk semua
tingkat pendidikan yang bermacam-macam. Pertama, karena tidak adanya kurikulum
yang terbatas, baik untuk tingkat rendah maupun untuk tingkat penghabisan,
kecuali Al Quran
yang terdapat pada kurikulum. Kedua, kesukaran diantara membedakan fase-fase
pendidikan dan lamanya belajar karena tidak ada masa tertentu yang mengikat
murid-murid untuk belajar pada setiap lembaga pendidikan. Sebelum berdirinya
madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan Islam, tetapi tidak hanya satu
tingkat yang bermula di kuttab dan berakhir di diskusi halaqah. Tidak ada
kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat Islam. Dilembaga kuttab
biasanya diajarkan membaca dan menulis disamping Al Quran. Kadang diajarkan
bahasa, nahwu, dan arudh.[3]
b.
Kurikulum
Pendidikan Tinggi
Kurikulum pendidikan tinggi
(halaqah) bervariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa
tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru
tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa
bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah
halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari satu kota ke kota lain. Menurut
Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan
kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka
mengenai Al Quran dan agama.[4] Kurikulum pendidikan tingkat ini
dibagi kepada dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama (al-ulum al-naqliyah) dan
jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah).
2.
Metode-metode
Pendidikan
Pendidikan
Islam di masa Dinasti Umayah tampaknya masih didominasi oleh metode bayani,
terutama selama abad 1
Hijriyah di mana pendidikan
bertumpu dan bersumber pada nash-nash agama yang kala itu terdiri atas Al Quran,
sunnah, ijmak, dan fatwa sahabat. Metode bayani dalam pendidikan Islam kala itu
lebih bersifat eksplanatif, yaitu sekedar menjelaskan ajaran-ajaran agama saja.
Secara khusus, metode ceramah dan demonstrasilah yang banyak digunakan dalam
institusi-institusi pendidikan yang ada di zaman itu Baru pada masa-masa akhir
pemerintahan Umayah metode burhani mulai berkembang di dunia Islam, seiring
dengan giatnya penerjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.
3.
Lembaga
Pendidikan Islam
Lembaga
pendidikan Islam dimasa ini diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang
diajarkan. Dalam hal ini, kurikulumnya meliputi pengetahuan agama (Lembaga
pendidikan formal) dan pengetahuan umum
(non formal). Adapun lembaga pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan
madrasah pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a. Shuffah,
adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya
tempat ini menyediakan tempat pemondokan bagi pendatang baru dan mereka
tergolong miskin. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal Al Quran
secara benar dan hukum Islam dibawah bimbingan langsung dari nabi. Pada masa
ini setidaknya telah ada sembilan shuffah yang tersebar dikota Madinah. Dalam
perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar
berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi, dan ilmu fonetik.
b. Kuttab/Maktab,adalah
Lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis
kemudian meningkat pada pengajaran Al Quran dan pengetahuan agama tingkat
dasar.
c. Halaqah
artinya lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di
mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai
menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya
pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di Masjid atau di
rumah-rumah. Kegiatan halaqah ini tidak khusus untuk mengajarkan atau
mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.
d. Majlis,
yang berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung. Ada
beberapa macam majlis seperti; Majlis al-Hadits, majlis ini diselenggarakan
oleh ulama/guru yang ahli dalam bidang hadits. Majlis al-Tadris, majlis ini
biasanya menunjuk majlis selain dari pada hadist, seperti majlis fiqih, majlis
nahwu, atau majlis kalam. Majlis al-Syu’ara, majlis ini adalah lembaga untuk
belajar syair, dan sering dipakai untuk kontes para ahli syair. Majlis al-Adab,
majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi,
silsilah, dan laporan bersejarah bagi orang-orang yang terkenal. Majlis
al-Fatwa dan al-Nazar, majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari
keputusan suatu masalah dibidang hukum kemudian difatwakan.
e. Masjid,
Semenjak berdirinya pada masa Nabi Muhammad Saw, Masjid telah menjadi pusat
kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin, baik yang menyangkut
pendidikan maupun sosial ekonomi.
f. Khan,
berfungsi sebagai asrama untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar
hukum Islam pada suatu Masjid, seperti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad
ibn Di’lij di Suwaiqat Ghalib dekat makam Suraij. Disamping fungsi itu, khan
juga digunakan sebagai sarana untuk belajar privat.
g. Badi’ah,
Secara harfiah badiah artinya dusun Badui di padang sahara yang di dalam terdapat
padang sahara yang didalam terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni
sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Lembaga Pendidikan ini muncul seiring dengan kebijakan
pemerintahan Bani Umayyah untuk melakukan program Arabisasi yang digagas oleh
khalifah Abdul Malik Ibn Marwan. Akibat dari Arabisasi ini maka muncullah ilmu
qawaid dan cabang ilmu lainnya mempelajari bahasa Arab. Melaui pendidikan di
Badiah ini,maka bahasa Arab dapat sampai ke Irak, Syiria, Mesir, Lebanon,
Tunisia, Al-Jazair, Maroko, di samping Saudi Arabia, Yaman, Emirat Arab,dan
sekitarnya. Dengan demikian banyak para penguasa yang mengirim anaknya untuk
belajar bahasa Arab ke Badiah.
4.
Profil
Guru pada Masa Bani Umayyah
Guru
pada masa bani Umayyah memegang peranan yang penting dalam proses pendidikan
anak, mulai dari menentukan perencanaan sampai melaksanakannya. Oleh sebab itu,
tidak mengherankan apabila pada masa ini disebut dengan teacher oriented. Selain itu, guru pada masa ini secara teratur
sudah melaksanakan tugas dan memberikan secara sungguh-sungguh dan
memperlakukan murid secara adil tanpa ada diskriminasi.
5.
Kebijakan
Pemerintah
Para
penguasa dan pemimpin Muslim memiliki perhatian yang besar terhadap ilmu
pengetahuan sejak masa khulafaur Rasyidin. Mereka mendirikan dan menghidupi
berbagai sarana penunjang ilmu pengetahuan dan pendidikan, termasuk
lembaga-lembaganya. As-Suffah yang menjadi model pendidikan Islam ketika nabi
berada di Madinah tersebar keluar madinah tersebar luas keluar madinah sejalan
dengan persebaran Masjid. Di daerah-daerah baru pada masa bani Umayyah dimana
bahasa Arab bukan bahasa pertama dan Al Quran belum dikenal, pembangunan lembaga
pendidikan Islam, seperti kuttab dan Masjid menjadi tujuan utama para khalifah
dan gubernur, sehingga biaya pembangunan
ditanggung
pemerintah. Banyak sekali dana yang dialokasikan untuk mendirikan dan
memelihara sekolah-sekolah ini dengan cara memberikan beasiswa yang besar
kepada murid yang berhak menerimanya.
C. Madrasah-madrasah
pada masa Bani Umayyah
Madrasah-madrasah
yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1.
Madrasah Mekkah: Guru pertama yang
mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal.
Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam.
2.
Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih
termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal
sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3.
Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang
termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa
Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan
Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis.
4.
Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di
Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah,
Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil.
5.
Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri
Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama
Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu
melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat
ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah.
6.
Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir
menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula
madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat
(Mesir lama).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinasti daulah
Bani Umayyah berkuasa cukup lama selama kurang lebih 91 tahun lamanya.
Kebijakan dan perubahan yang dilakukan oleh para khalifah tersebut menjadi
pelajaran penting bagi pemimpi-pemimpin Islam saat ini. Bani Umayyah dalam
pengembangan pola pendidikan Islam memang masih sama dengan periode sebelumnya
tetapi sudah ada reformasi yang dilakukan baik dari segi kurikulumnya maupun
tata cara yang dilakukan oleh para pendidiknya.
Salah satu
kemajuan yang pendidikan selama pemerintahan Bani Umayyah yakni pengembangan
kurikulum pengajaran dan pendidiknya meskipun hal-hal tersebut belum terlalu
formal seperti saat sekarang ini. Pembangunan sarana prasarana pendidikan baik
pendidikan di khutab,ruang sastra dan bahasa, perpustakaan serta rumah sakit
untuk praktik bagi calon dokter sudah tersedia pada saat itu. Kemajuan
pengetahuan dan pembaharuan sistem pendidikan pada zaman Daulah Bani Umayah
sudah terlihat. Karena Pemerintah Bani Umayyah menaruh perhatian yang sangat
dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia
pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para
ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu
yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Dra.
Zuhairini dkk, 2010. Sejarah Pendidikan
Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Mubarok,
Jaih. 2004. Sejarah Peradaban Islam,
Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Langgulung,
Hasan. 1992. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-
Husna.
Rahman,
Fazrul. 1994. Islam, Bandung: Penerbit Pustaka,.
Dr. Harun Nasution, 1975, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah
Pemikiran dan
Gerakan, Jakarta : Bulan
Bintang
Komentar