THE 1975 THREE MINISTER DECREE
AND THE MODERNIZATION OF INDONESIAN ISLAMIC SCHOOLS
(Keputusan Tiga Menteri 1975 dan Modernisasi Sekolah Islam di Indonesia)
Oleh Muhammad Zuhdi (McGill
University)
A.
Pendahuluan
Sejak awal perkembangan
Indonesia, keberadaan sekolah-sekolah Islam dan sekuler memiliki peran penting
dalam pendidikan nasional. Belum lama keberadaan sekolah Islam terpinggirkan
dari sistem pendidikan nasional sampai awal tahun 1970-an. Ini disebabkan sekolah
Islam terutama milik lembaga-lembaga swasta berjalan berlandaskan Agama.
Meskipun jumlah mereka tidak terlalu banyak tetapi mereka mempunyai peran
mendidikn anak-anak muda Indonesia terutama di wilayah pedesaan cukup
signifikan. Masalahnya adalah sekolah Islam tidak mempersiapkan generasi muda
untuk pembangunan Negara. Sebelum tahun 1970-an, sekolah Islam di Indonesia
tidak memiliki sistem standar pendidikan nasional. Ketika pemerintahan orde
baru berusaha mengkonsolidasikan sekolah tersebut dibawah kementerian
pendidikan dan kebudayaan pada awal tahun 1970, sejumlah perlawanan datang dari
sekolah-sekolah Islam yang sudah berada dibawah Departemen Agama sejak tahun 1946.
Sebagai solusinya, pemerintah merilis keputusan tiga menteri yang
ditandatangani oleh Kementerian Pendidikan, Agama dan Luar Negeri. Aspek yang
paling jelas dari keputusan ini adalah standarisasi sistem pendidikan Islam
termasuk kurikulum dan struktur sekolah. Fokus pada penelitian ini berada
keputusan tiga menteri tahun 1975 dan bagaimana keputusan ini meminta mayoritas
sekolah Islam di Indonesia untuk memodernisasi lembaga mereka.
B.
Pendidikan Islam
Sebelum 1975
Awalnya, modernisasi
pendidikan Islam di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1907, ketika Abdullah
Ahmad, salah satu pemimpin muslim terkemuka di Sumatera Barat membangun sekolah
bernama Madrasah Adabiyah. Ini adalah sekolah pertama yang mengajar mata pelajaran
lain selain mata pelajaran agama dan sudah menggunakan ruang kelas yang dipisah
antara laki-laki dengan perempuan. Keberhasilan dari madrasah ini menginspirasi
banyak pemimpin muslim membangun sekolah atau memperbaharui sistem sekolah
mereka seperti model pada madrasah adabiyah. Sementara banyak sekolah islam
mulai menerapkan sistem sekolah modern dan memulai pengajaran mata pelajaran
lain selain pelajaran agama sebagai bagian dari kurikulum mereka, tetapi tidak
ada kebijakan yang menyatakan bagaimana modernisasi harus dilakukan dan
diintegrasikan dengan sekolah sekuler yang berdiri bertahun-tahun setelah
kemerdekaan. Akibatnya kualitas pendidikan di sekolah tersebut lebih rendah
dari sekolah sekuler. Pada tahun 1946, pemerintah membuat Kementerian Agama
untuk membantu praktek dan pelaksanaan Agama termasuk pendidikan agama. Pada
tahun 1951 Kementerian agama menciptakan panitia perencanaan pendidikan agama.
Namun kepanitiaan ini tidak dibayar untuk memperhatikan modernisasi sekolah
islam pada umumnya, sebagai tugas mereka adalah menyiapkan kurikulum pelajaran
agama untuk sekolah umum. Pada titik inilah dapat dikatakan bahwa meskipun
pemerintah mengakui keberadaan sekolah-sekolah islam, tetapi tidak ada
inisiatif untuk memodernisasi lembaga-lembaga sekolah islam.
C.
Kelahiran Keputusan
Tiga Menteri 1975
Setelah mentransfer
kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru, pemerintah berusaha untuk
menstabilkan keamanan nasional dan mempromosikan pembangunan negara dalam semua
aspek. Salah satunya adalah aspek pendidikan. Pemerintah memciptakan kebijakan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu kebijakan ini dikenal dengan
keputusan presiden Nomor 15 tahun 1972 bahwa semua jenis pendidikan formal
harus dikelola dibawah Departemen Pendidikan. Kemudian presiden merilis
instruksi presiden pada tahun 1974 untuk memberdayakan keputusan sebelumnya.
Kedua kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memastikan semua sekolah formal
memberikan kualitas yang sama pada semua siswa. Semua pihak tampaknya setuju
dengan kebijakan tersebut, tetapi ada beberapa kelompok terutama di bawah
Departemen Agama menyatakan transmisi kewenangan untuk mengawasi semua sekolah
untuk Departemen agama tidak perlu dilakukan dengan alasan tertentu. Salah satu
kegelisahan mereka adalah pada tahun 1961 pemerintah mengusulkan rencana
pembangunan delapan tahun ke MPR yang mereka yakini bahwa sekolah Islam
kemudian menjadi bergabung dalam sistem sekolah sekuler dan diberikan dibawah
Kementerian Pendidikan. Semua alasan ini memotivasi para pemimpin muslim untuk
membujuk menteri urusan agama untuk bernegosiasi dengan presiden tentang
depertemen agama dan sekolah-sekolah islam. Menyadari kurangnya penerimaan dari
para pemimpin muslim dengan kebijakan presiden sebelumnya, presiden
menginstruksikan kepada tiga menteri (Pendidikan, Agama dan Luar Negeri) untuk
menemukan solusi yang dapat diterima untuk semua masyarakat. Akhirnya tiga
menteri bersama-sama memutuskan untuk memperbaiki kualitas sekolah islam
melalui pembaharuan kurikulum dan mengakui keberadaan sekolah islam sebagai
pendidikan formal yang disebut SKB 3 Menteri (Keputusan Bersama 3 Menteri).
D.
Dampak dan
Penanggulangan
Keputusan tersebut
menyebabkan empat perubahan pada sekolah-sekolah islam; pertama, pemerintah
membuat kurikulum untuk semua tingkat madrasah yang tersusun atas 30 % agama
dan 70 % non agama; kedua, kadar pendidikan madrasah dan sekolah umum adalah
enam tahun untuk SD/MI, tiga tahun SMP/MTS, dan tiga tahun MA/SMA; ketiga,
pemerintah mengubah model madrasah ke sekolah yang didanai negara; keempat,
pemerintah memberikan kesempatan kepada siswa madrasah untuk mengejar
pendidikan lebih tinggi di universitas umum.
Secara umum tanggapan
sekolah islam dengan keputusan tiga menteri dikategorikan ke dalam tiga
kelompok; pertama kelompok yang menerima peraturan ini tanpa syarat apapun;
kelompok kedua menerima peraturan ini dengan beberapa penyesuaian seperti
pemerintah harus menawarkan pengakuan kepada sekolah mereka dan pengetahuan
agamanya lebih banyak. Oleh karenanya kelompok ini menerima kurikulum baru dan
dikombinasikan dengan kurikulum sendiri; kelompok ketiga, sekolah yang
mengelola kurikulum mereka sendiri.
E.
INTI PERUBAHAN
Setelah kemerdekaan,
Indonesia membutuhkan pendidikan yang memungkinkan warganya untuk aktif
berpartisipasi dalam perkembangan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan di
suatu negara harus memastikan bahwa setiap warga menerima pengetahuan yang
tepat sebagai bekal mereka untuk bertahan hidup di masyarakat baru,
meningkatkan bakat mereka, dan mendukung pembangunan negara dengan ketrampilan.
Untuk itu transformasi sekolah islam ke sistem pendidikan tidak hanya dalam
bidang politik melainkan sosial meskipun tidak dapat dilakukan campur tangan
politik. Dalam politik cenderung ke arah demokrasi dalam bidang sosial cenderung
menuju masyarakat modern dalam berbagai bentuknya. Oleh karena itu, sangat
penting bagi setiap lembaga pendidikan termasuk sekolah islam untuk merespon
cepat perubahan masyarakat. Semua itu menunjukan bahwa sekolah islam
membutuhkan pembaruan kurikulum, metode pengajaran, materi pengajaran dan
fasilitas pendidikan. Dengan bantuan politik dan sosial. Oleh karenanya banyak
sekolah dan pemuka masyarakat menolak terhadap pembaruan itu. Bukan karena
mereka tidak ingin memperbaiki kualitas pendidikan tetapi karena kebudayaan dan
pemikirannya. Penolakan ini berakhir dengan sendirinya karena tidak bisa
menghindari tuntutan sosial yang kuat terhadap lembaga pendidikan yang
berpikiran terbuka.
F.
KESIMPULAN
Tahun 1975 dipandang
sebagai momen yang sangat penting dalam pengembangan sekolah-sekolah islam di
Indonesia. Kelahiran SKB 3 menteri mengenai peningkatan kualitas pendidikan
menjadi awal perubahan pendidikan islam di indonesia. Hal tersebut terlihat
adanya campur tangan pemerintah dalam modernisasi madrasah. Munculnya sekolah
islam yang baru yang menggabungkan kurikulum pendidikan sekuler dengan
pelajaran agama menunjukkan bahwa sekolah-sekolah islam tetap menjadi
laternatif bagi masyarakat. Selain itu sebagian besar-sekolah-sekolah ini
adalah sekolah elite dan terletak di perkotaan. Perlawanan terhadap modernisasi
sekolah harus dipahami sebagai bagian dari perjuangan masyarakat muslim untuk
mempertahankan nilai-nilai dan keyakinan di tengah-tengah perubahan dunia yang
semakin cepat. Namun, ini tidak berarti mereka menentang modernisasi itu
sendiri, mereka hanya ingin memastikan modernisasi tidak mengabaikan nilai
agama. Perubahan ini mencerminkan upaya pemerintah indonesia untuk
mengakomodasi kebutuhan orang muslim dan mempromosikan modernisasi lembaga
pendidikan mereka dalam waktu yang sama.
Komentar