Pendidikan Islam merupakan hal penting dalam kehidupan manusia.
Pendidikan Islam merupakan pondasi awal untuk melangkah dan menjalani hidup
yang terarah dan teratur. Manusia sebagai makhluk Allah diciptakan untuk
senantiasa untuk beribadah kepada-Nya. Dalam beribadah tentunya tidak hanya
sekedar hanya ikut-ikutan saja tetapi juga harus memiliki ilmu dan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari yang bernilai ibadah. Allah swt. sangat menyukai orang-orang yang berpendidikan atau berilmu,
sehingga Allah mengangkatkatnya kedalam derajat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang tidak berpendidikan.
Kita yang berprofesi sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya
sekedar mengajar dan mendidik peserta didik, tetapi guru atau pendidik dalam
menjalankan fungsinya juga harus mempunyai prinsip dalam mendidik atau
mengajar. Prinsip pendidikan Islam inilah yang menjadi pegangan guru dalam
menjalankan fungsinya. Didalam makalah ini akan kami bahas prinsip-prinsip
pendidikan Islam perspektif Al Quran dan Hadits.
A. Rumusan Masalah
1.
Apa itu pendidikan?
2.
Apa saja prinsip-prinsip pendidikan Islam perspektif Al Quran dan
Hadits?
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pendidikan Islam.
2.
Untuk mengetahui prinsip-prinsip pendidikan Islam perspektif Al Quran
dan Hadits.
PEMBAHASAN
A. Definisi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah proses pendidikan dengan
seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah
“tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga
istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat
serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama
lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan
Islam: informal, formal dan non formal.
Dalam bahasa Arab pengertian kata pendidikan sering digunakan pada
beberapa istilah antara lain al-ta’lim,
al-tarbiyah, dan al-ta’dib. Namun
demikian ketiga kata tersebut memiliki arti tersendiri dalam menunjukkan pada
pengertian pendidikan sebagaimana beriku;
1. Kata al-ta’lim
Kata al-ta’lim merupakan masdar dari kata
allama yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian
pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. al-ta’lim
bukanlah interaksi antara pendidik dan peserta didik yang formal dan kaku. al-ta’lim juga tidak terfokus pada
mengejar target materi pelajaran yang berorientasi kualitas simbolik. Al-ta’lim mementingkan keseimbangan dua
sisi yakni dunia-akhirat, lahir-batin, rasional-irasional, substansi-formalitas
dan seterusnya.[1]
Firman Allah :
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ
31. dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar!" (Q.S. Al Baqoroh : 31)
2. Kata al-tarbiyah
Kata al-tarbiyah merupakan masdar dari kata rabba yang berarti mengasuh, mendidik,
dan memelihara. Dalam leksikologi Al Quran, penunjukkan kata al-tarbiyah yang merujuk pada pengertian
pendidikan, secara eksplisit tidak ditemukan. Muhaimin dan Abdul Majid
berpendapat bahwa al-tarbiyah
merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan dari tingkat dasar menuju tingkat
berikutnya. Secara aplikatif proses tarbiyah bermula dari pengalaman, hafalan
dan ingatan sebelum menjangkau pada tahap penalaran dan pemahaman.[2]
3. Kata al-ta’dib
Kata al-ta’dib merupakan masdar dari addaba
yang berarti pendidikan, perbaikan, dan pendisiplinan.[3] Al-ta’dib didefinisikan dengan proses
pendidikan yang berorientasi pembentukan pribadi anak didik yang beradab, taat
hukum, menjunjung tinggi etika atau sopan santun. Proses al-ta’dib harus didasarkan pada komitmen kuat untuk membangun
moralitas manusia dan dimulai dari diri sendiri. Dalam al-ta’dib seorang pendidik harus selalu sadar bahwa proses al-ta’dib tidak pernah lepas dari arahan
Allah. Allah selalu ikut campur dengan mengarahkan langkah pendidik.
Hasan
Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi
muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya
di akhirat. Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam
pengertian pendidikan Islam.
Menurut
Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup
dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna
budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus,
profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya.
Sedang
Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Dari beberapa definisi pendidikan diatas
maka pendidikan Islam adalah proses mendidik dan dididik yang berpedoman pada Al
Quran dan Hadits, serta menjadikan manusia lebih baik dari dari sisi rohani maupun
jasmani sehingga mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
B. Petunjuk Al Quran dan Hadits tentang Prinsip Pendidikan
1. Ikhlas
Prinsip ikhlas dalam pendidikan dapat
kita lihat pada Q.S. Al Alaq : 19 sebagai berikut;
xx. w çm÷èÏÜè? ôßÚó$#ur >ÎtIø%$#ur ) ÇÊÒÈ
19.
sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan
dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).
Allah menyuruh manusia hanya
patuh dan sujud kepada-Nya tidak kepada yang lain-Nya. Perintah pada ayat ini
dikaitkan dengan nama Allah Yang Maha Pencipta. Berarti perintah tersebut harus
dilandasi dengan niat yang ikhlas. Secara lugawi kata ikhlas
berarti bersih dari campuran, akar kata dari kata ini berarti murni atau bebas
dari kotoran. Dari sini dapat dipahami bahwa ikhlas ialah amal yang tidak
bercampur dengan intres-intres selain Allah. Dengan kata lain, seseorang yang
beramal dan berbuat semata-mata mengharapkan rida Allah itulah yang
disebut mukhlis, tetapi kalau motivasinya dicampuri dengan
mengharapkan keuntungan-keuntungan duniawi atau material lainnya, dia tidak
dapat dikatakan seorang yang mukhlis.
Firman Allah di dalam Surat An-Nahl ayat 66 sebagai berikut:
¨bÎ)ur ö/ä3s9 Îû ÉO»yè÷RF{$# Zouö9Ïès9 ( /ä3É)ó¡S $®ÿÊeE Îû ¾ÏmÏRqäÜç/ .`ÏB Èû÷üt/ 7^ösù 5Qyur $·Yt7©9 $TÁÏ9%s{ $Zóͬ!$y tûüÎ/Ì»¤±=Ïj9 ÇÏÏÈ
66.
dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa)
susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang
yang meminumnya.
Ayat diatas menjelaskan bahwa
Allah menciptakan makhluk tiada sia-sia bahkan semua ciptaanya dapat diambil
pelajaran atau pendidikan yang dapat kita manfaatkan sehari-hari, tetapi semua
itu harus didasari dengan rasa keikhlasan. Juga di bidang pendidikan, misalnya
sebagai pengajar, tenaga administrasi, atau sebagai peserta didik, kalau mereka
bekerja semata-mata mengharapkan rida Allah, amal tersebut adalah ikhlas. Akan
tetapi, kalau motivasi mereka dicampuri dengan mengharapkan
keuntungan-keuntungan duniawi, seperti gaji, honor, gengsi, dan naik pangkat,
amal tersebut tidak dapat disebut ikhlas karena niatnya tidak bersih atau tidak
bebas dari campuran selain mencari rida Allah.
Ikhlas termasuk ke dalam amalulqalb (pekerjaan
hati). Jika demikian, ikhlas tersebut lebih banyak berkaitan dengan niat
(motivasi). Jika motivasi mendorong seseorang untuk beramal, termasuk dalam
dunia pendidikan dalam mengajar atau mencari ilmu adalah semata-mata mencari
rida Allah maka motivasi itu disebut ikhlas, artinya murni karena Allah semata,
tidak dicampuri oleh motif-motif lain.
2. Sepanjang Umur
Menuntut
ilmu adalah fardhu ‘ain artinya diwajibkan bagi tiap-tiap muslim selama
hidupnya. Oleh karena menuntut ilmu berlangsung seumur hidup, yaitu sejak
dilahirkan sampai meninggal dunia. Prinsip ini bersumber dari pandangan
mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di mana
manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan
yang dapat menjerumuskan dirinya ke dalam kehinaan. Islam tidak mengenal batas akhir dalam menempuh pendidikan. Hal tersebut
mengingat tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam adalah terbentuknya
akhlak al-karinah. Pembentukan itu membutuhkan waktu yang panjang, yaitu
sepanjang hayat manusia.
Pendidikan Islam yang
bersumber dari wahyu dan diterapkan oleh Rasulullah SAW telah sejak lama
mengenal konsep pendidikan seumur hidup. Konsep ini pula yang diterapakan dalam
sistem pendidikan Islam, konsep pendidikan tanpa batas usia.
Al-Qur’an dan Hadist merupakan
sumber utama dalam pendidikan islam, mungkin lebih baiknya pendidikan islam ini
supya mempunyai wacana guna mencetak insan kamil, sangat perlu ditambah dengan
Istimbath dan Ijtihad para ulama yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan
Hadist. Maka dari itu pendidik dan peserta didik harus paham kepada kandungan
Al-Qur’an dan Hadits. Ketika ada pendapat dan bertentangan dengan keduanya,
bila suatu ajaran itu tidak sesuai dengan isi Al-qur’an dan hadist, seharusnya
pendidikan tidak boleh menerimanya sebagai acuan.
Pendidikan seumur hidup tergambar secara
implisit dalam Surat Al-'Alaq, yaitu tidak adanya batasan yang konkret tentang
kapan seorang harus mulai belajar dan sampai kapan. Tuhan hanya menjelaskan
bahwa manusia harus membaca dan belajar. Dengan demikian, manusia perlu belajar
sejak dilahirkan sampai ajalnya tiba. Sebagaimana sabda Rosulullah saw.
berikut:
أطلـبُ
الِعلم ِمنَ المَهْدِ اِلىَ اللحْد
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai
liang lahad
3. Bertahap
Ibnu
khaldun berpendapat bahwa seseorang pendidik hendaknya mendidik secara
bertahap, mengulang-ulang sesuai dengan pokok bahasan dan kesanggupan peserta
didik, tidak memaksakan atau membunuh daya nalar peserta didik, tidak berpindah
dari satu topic ketopik lain sebelum topic pertama dikuasai, tidak memandang
kelupaan sebagai suatu aib, tetapi agar mengatasinya dengan jalan mengulang.
Jangan bersikap keras dengan peserta didik, memilih bidang kajian yang dikuasai
peserta didik, mendekatkan pererta didik pada pencapaian tujuan memperlihatkan
tingkat kesanggupan pererta didik dan menolongna agar mampu memahami pelajaran.
Menurut
Syaikh Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan
sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara
bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.
Pendidikan
sabagai usaha membina dan mengembangkan peribadi manusia dari aspek-aspek
rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena
suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi
perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui
peroses demi peroses kearah tujuah akhir perkembangan/pertumbuhannya.[4]
4. Berpusat pada Peserta Didik
Manusia yang menjadi objek
pendidikan Islam ialah manusia yang telah tergambar dan terangkum dalam
Al-Qur’an dan hadits. Potret manusia dalam pendidikan sekuler diserhakan pada
orang-orang tertentu dalam masyarakat atau pada seorang individu karena
kekuasaanya, yang berarti diserahkan kepada angan-angan seseorang atau
sekelompok orang semata. Sedangkan pendidikan Islam merupakan usaha untuk
mengubah kesempurnaan potensi yang dimiliki oleh peserta didik menjadi
kesempurnaan aktual, melalui setiap tahapan hidupnya. Dengan demikian fungsi
pendidikan Islam adalah menjaga keutuhan unsur-unsur individual peserta didik
dan mengoptimalkan potensinya dalam garis keridhaan Allah.
5. Adil dan Jujur dalam Mendidik
Seorang
pendidik pada hakikatnya bukan melulu merupakan profesi atau kerjaan untuk menghasilkan
uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan ia mendidik
karena panggilan agama, yaitu upaya untuk mendekatkan diri kepada Alloh,
mengharapkan keridhoan-Nya, menghidupkan agama-Nya, mengembangkan seruan-Nya. Sebagai profesi,
seorang pendidik tidak boleh menggabaikan kewajibannya. Ia wajib bekerja yang
dapat menghasilkan ilmu yang berkelanjutan, ia harus tetap membaca, menelaah,
berfikir, menghafal, mengarang dan berdiskusi. Seorang pendidik agar tidak
menyia-nyiakan usianya untuk hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan ilmu,
kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk makan, minum istirahat, menggauli
isterinya dan menghasilkan bekal hidup. Hal yang demikian ini dilakaukan karena
derajat seorang alim adalah derajat pewaris Nabi dan derajat ini tidak dapat dicapai kecuali dengan menenpa diri.
Abdurrahman
an-Nahlawy menyarankan agar pendidik dapat melaksanakan tugasnya dengan baik harus memiliki sifat-sifat
sebagai berikut;
a.
Tingkah
laku dan pola fikir pendidik harus bersikap rabbani, sebagaimana tersirat dalam
QS ali-Imran (3): 79,
b.
Seorang
pendidik harus memiliki rasa ikhlas,
c.
Pendidik
harus bersabar dalam mengerjakan dalam berbagai pengetahuan kepada peserta
didik,
d.
Pendidik
harus jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya
e.
Pendidik
senantiasa membekali dengan ilmu dan kesediaan membiasakan untuk mengkajinya,
f.
Pendidik mampu menggunakan metode mengajar
secara bervariasi,
g.
Pendidik
harus mampu mengelola peserta didik, harus tegas dalam bertindak serta
meletakkan berbagai perkataan secara proposional,
h.
Pendidik
harus mampu mempelajari kehidupan psikis peserta didik selaras dengan masa
perkembangannya,
i.
Pendidik
harus bersikap adil.
6. Menuntut Ilmu adalah yang Utama
Pendidikan
bukan hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh di
mana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi
belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya
dangan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan pendidik tersebut. Penerapan
prinsip keutamaan ini adalah tindakan nyata seperti, perlakuan dan keteladanan.
karena itu prinsip keutamaan sebagai landasan penerapan konsep-konsep
pendidikan sekaligus menjadi tujuan pendidikan itu sendiri, yakni merupakan
sesuatu yang diharapkan terbentuk dan tertanam pada diri setiap hasil didik.
7. Mengembangkan Fitrah
Pendidikan Islam sejak awal
merupakan salah satu usaha untuk menumbuhkan dan memantapkan kecendrungan
tauhid yang telah menjadi fitrah manusia. Agama menjadi petunjuk dan penuntun
ke arah itu. Oleh karena itu, pendidikan Islam selalu menyelenggrakan
pendidikan agama. Namun, agama di sini lebih kepada fungsinya sebagai sumebr
moral nilai.
Sesuai
dengan ajaran Islam pula, pendidikan Islam bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu
sebagai materi, atau keterampilan sebagai kegiatan jasmani semata, melainkan
selalu mengaitkan semuanya itu dengan kerangka praktik ‘amaliyyah yang bermuatan nilai dan moral. Jadi, pengajaran agama dalam Islam tidak selalu dalam pengertian ilmu agama
formal, tetapi dalam pengertian esensinya yang bisa saja berada dalam ilmu-ilmu
lain yang sering dikategorikan secara tidak proporsional sebagai ilmu sekuler.
Proses pendidikan
Islam bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai pendidik pada seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks
yang luas, pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam term al-tarbiyah
terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu:[5]
a. Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang
dewasa (baligh)
b. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan
c. Mengarahkan
seluruh fitrfah menuju kesempurnaan
d. Melaksanakan pendidikan secara bertahap.
Dari
penjelasan tersebut dapat diringkas bahwa prinsip-prinsip dasar pengertian
tarbiyah dalam Islam adalah; bahwa murabbi
atau pendidik yang sebenarnya hanyalah Allah, karena Dia Pencipta fitrah,
potensi kekuatan dan kelemahan, dan paling tahu tentang hakikat manusia itu
sendiri, karenanya perlu dipelajari terus menerus siapa sebenarnya manusia itu
sesuai dengan perintah Tuhan. Penumbuhan dan pengembangan secara sempurna semua
dimensi manusia baik materi, seperti fisiknya, maupun immateri seperti akal,
hati, kehendak, kemauan adalah tanggung jawab manusia sebagai konsekwensi
menjalankan fungsinya sebagai hamba Tuhan dan sebagai fungsi khalifah.
Dalam proses tarbiyah seharusnya mengambil nilai dan dasarnya dari Al-Qur’an
dan Sunnah dan berjalan sesuai dengan sunnatullah yang digariskan-Nya. Setiap
aktivitas tarbiyah mengarah kepada penumbuhan, perbaikan, kepemimpinan, atau
penjagaan setiap dimensi dalam diri manusia, baik aktivitas itu direkayasa atau
secara nattural. Tarbiyah yang
direkayasa mengharuskan adanya rencana yang teratur, sistematis, bertahap,
berkelanjutan dan fleksibel. Subjek sekaligus objek dalam aktivitas tarbiyah
adalah manusia. Tarbiyah tida terbatas pengetiannya sebagai sekedar transfer
ilmu, budaya, tradisi, dan nilai tetapi juga pembentukan kepribadian
(transformatif) yang dilakukan secara bertahap.[6]
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidikan merupakan sebuah proses dimana manusia yang
mempunyai pengetahuan menyalurkan atau mentransfer pengetahuan kepada orang
lain sehingga terjadi perubahan sikap dan tingkah laku untuk lebih mengerti dan
mendewasakan melalui upaya yang dikehendaki.
2.
Prinsip pendidikan Islam yang harus memuat; Ikhlas termasuk ke dalam amalulqalb (pekerjaan hati). Jika
demikian, ikhlas tersebut lebih banyak berkaitan dengan niat (motivasi), menuntut ilmu
adalah fardhu ‘ain artinya diwajibkan bagi tiap-tiap muslim selama hidupnya.
Oleh karena menuntut ilmu berlangsung seumur hidup, yaitu sejak dilahirkan
sampai meninggal dunia, pendidikan harus bertahap,
mengulang-ulang sesuai dengan pokok bahasan dan kesanggupan peserta didik,
tidak memaksakan atau membunuh daya nalar peserta didik, tidak berpindah dari
satu topic ketopik lain sebelum topic pertama dikuasai, Manusia yang
menjadi objek pendidikan Islam ialah manusia yang telah tergambar dan terangkum
dalam Al-Qur’an dan hadits, dalam mendidik haruslah jujur dan juga adil,
menuntut ilmu merupakan yang paling utama untuk mengembangkan fitrah manusia
yang diberikan oleh Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
Attabik Ali dan M. Zuhdi Muhdlar, 1996, Kamus al-Ashry, Yogyakarta :
Muassasah Ali Maksum
Muhaimin dan Abdul Majid, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung :
Trigenda
Karya
Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1994,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
M. Arifin, 1999, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta ; Bumi Aksara
Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan
Praktis, Jakarta: Ciputat Pers
Maragustam,
2010, Mencetak Pembelajaran
Menjadi Insan Paripurna (Falsafah
Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera
Abdurrahman An-Nahlawy. 1989. Prinsip-Prinsisp Metode Pendidikan
Islam.
Bandung: Diponegoro
Arifin, H.M, 2000 . Kapita Selekta Pendidikan (Islam & Umum),
Jakarta: Bumi
Aksara
Abdullah, Abd. Rahman. 2002. Aktualisasi
konsep dasar Pendidikan Islam
(rekonsstruksi
pemikiran tinjauan filsafat pendidikan Islam), Yogyakarta: UII Press
Zoerni Mocthar, 2012, 40 Metode Pendidikan dan
Pengajaran Rosulullah
Solallohualaihi wa salam,
Bandung:Irsyad Baitus Salam
Tafsir Ahmad, 2011, Ilmu Pendidikan Dalam
Perspektif Islam, Bandung:Remaja
Rosdakarya
Komentar