Langsung ke konten utama

PRINSIP PENDIDIKAN PERSPEKTIF AL QURAN DAN HADITS



Pendidikan Islam merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan Islam merupakan pondasi awal untuk melangkah dan menjalani hidup yang terarah dan teratur. Manusia sebagai makhluk Allah diciptakan untuk senantiasa untuk beribadah kepada-Nya. Dalam beribadah tentunya tidak hanya sekedar hanya ikut-ikutan saja tetapi juga harus memiliki ilmu dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang bernilai ibadah. Allah swt. sangat menyukai orang-orang yang berpendidikan atau berilmu, sehingga Allah mengangkatkatnya kedalam derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan.
Kita yang berprofesi sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya sekedar mengajar dan mendidik peserta didik, tetapi guru atau pendidik dalam menjalankan fungsinya juga harus mempunyai prinsip dalam mendidik atau mengajar. Prinsip pendidikan Islam inilah yang menjadi pegangan guru dalam menjalankan fungsinya. Didalam makalah ini akan kami bahas prinsip-prinsip pendidikan Islam perspektif Al Quran dan Hadits.

A.    Rumusan Masalah
1.      Apa itu pendidikan?
2.      Apa saja prinsip-prinsip pendidikan Islam perspektif Al Quran dan Hadits?

B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pendidikan Islam.
2.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip pendidikan Islam perspektif Al Quran dan Hadits.



PEMBAHASAN

A.    Definisi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah proses pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam: informal, formal dan non formal.
Dalam bahasa Arab pengertian kata pendidikan sering digunakan pada beberapa istilah antara lain al-ta’lim, al-tarbiyah, dan al-ta’dib. Namun demikian ketiga kata tersebut memiliki arti tersendiri dalam menunjukkan pada pengertian pendidikan sebagaimana beriku;
1.      Kata al-ta’lim
       Kata al-ta’lim merupakan masdar dari kata allama yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. al-ta’lim bukanlah interaksi antara pendidik dan peserta didik yang formal dan kaku. al-ta’lim juga tidak terfokus pada mengejar target materi pelajaran yang berorientasi kualitas simbolik. Al-ta’lim mementingkan keseimbangan dua sisi yakni dunia-akhirat, lahir-batin, rasional-irasional, substansi-formalitas dan seterusnya.[1] Firman Allah :
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ  
31. dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (Q.S. Al Baqoroh : 31)

2.      Kata al-tarbiyah
       Kata al-tarbiyah merupakan masdar dari kata rabba yang berarti mengasuh, mendidik, dan memelihara. Dalam leksikologi Al Quran, penunjukkan kata al-tarbiyah yang merujuk pada pengertian pendidikan, secara eksplisit tidak ditemukan. Muhaimin dan Abdul Majid berpendapat bahwa al-tarbiyah merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan dari tingkat dasar menuju tingkat berikutnya. Secara aplikatif proses tarbiyah bermula dari pengalaman, hafalan dan ingatan sebelum menjangkau pada tahap penalaran dan pemahaman.[2]
3.      Kata al-ta’dib
       Kata al-ta’dib merupakan masdar dari addaba yang berarti pendidikan, perbaikan, dan pendisiplinan.[3] Al-ta’dib didefinisikan dengan proses pendidikan yang berorientasi pembentukan pribadi anak didik yang beradab, taat hukum, menjunjung tinggi etika atau sopan santun. Proses al-ta’dib harus didasarkan pada komitmen kuat untuk membangun moralitas manusia dan dimulai dari diri sendiri. Dalam al-ta’dib seorang pendidik harus selalu sadar bahwa proses al-ta’dib tidak pernah lepas dari arahan Allah. Allah selalu ikut campur dengan mengarahkan langkah pendidik.

       Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian pendidikan Islam.
       Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya.
       Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
       Dari beberapa definisi pendidikan diatas maka pendidikan Islam adalah proses mendidik dan dididik yang berpedoman pada Al Quran dan Hadits, serta menjadikan manusia lebih baik dari dari sisi rohani maupun jasmani sehingga mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

B.     Petunjuk Al Quran dan Hadits tentang Prinsip Pendidikan
1.      Ikhlas
       Prinsip ikhlas dalam pendidikan dapat kita lihat pada Q.S. Al Alaq : 19 sebagai berikut;
žxx. Ÿw çm÷èÏÜè? ôßÚó$#ur >ÎŽtIø%$#ur ) ÇÊÒÈ  
19. sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).

       Allah menyuruh manusia hanya patuh dan sujud kepada-Nya tidak kepada yang lain-Nya. Perintah pada ayat ini dikaitkan dengan nama Allah Yang Maha Pencipta. Berarti perintah tersebut harus dilandasi dengan niat yang ikhlas. Secara lugawi kata ikhlas berarti bersih dari campuran, akar kata dari kata ini berarti murni atau bebas dari kotoran. Dari sini dapat dipahami bahwa ikhlas ialah amal yang tidak bercampur dengan intres-intres selain Allah. Dengan kata lain, seseorang yang beramal dan berbuat semata-mata mengharapkan rida Allah itulah yang disebut mukhlis, tetapi kalau motivasinya dicampuri dengan mengharapkan keuntungan-keuntungan duniawi atau material lainnya, dia tidak dapat dikatakan seorang yang mukhlis. Firman Allah di dalam Surat An-Nahl ayat 66 sebagai berikut:
¨bÎ)ur ö/ä3s9 Îû ÉO»yè÷RF{$# ZouŽö9Ïès9 ( /ä3É)ó¡S $®ÿÊeE Îû ¾ÏmÏRqäÜç/ .`ÏB Èû÷üt/ 7^ösù 5QyŠur $·Yt7©9 $TÁÏ9%s{ $Zóͬ!$y tûüÎ/̍»¤±=Ïj9 ÇÏÏÈ  
66. dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.

       Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah menciptakan makhluk tiada sia-sia bahkan semua ciptaanya dapat diambil pelajaran atau pendidikan yang dapat kita manfaatkan sehari-hari, tetapi semua itu harus didasari dengan rasa keikhlasan. Juga di bidang pendidikan, misalnya sebagai pengajar, tenaga administrasi, atau sebagai peserta didik, kalau mereka bekerja semata-mata mengharapkan rida Allah, amal tersebut adalah ikhlas. Akan tetapi, kalau motivasi mereka dicampuri dengan mengharapkan keuntungan-keuntungan duniawi, seperti gaji, honor, gengsi, dan naik pangkat, amal tersebut tidak dapat disebut ikhlas karena niatnya tidak bersih atau tidak bebas dari campuran selain mencari rida Allah.
       Ikhlas termasuk ke dalam amalulqalb (pekerjaan hati). Jika demikian, ikhlas tersebut lebih banyak berkaitan dengan niat (motivasi). Jika motivasi mendorong seseorang untuk beramal, termasuk dalam dunia pendidikan dalam mengajar atau mencari ilmu adalah semata-mata mencari rida Allah maka motivasi itu disebut ikhlas, artinya murni karena Allah semata, tidak dicampuri oleh motif-motif lain.
2.      Sepanjang Umur
       Menuntut ilmu adalah fardhu ‘ain artinya diwajibkan bagi tiap-tiap muslim selama hidupnya. Oleh karena menuntut ilmu berlangsung seumur hidup, yaitu sejak dilahirkan sampai meninggal dunia. Prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya ke dalam kehinaan. Islam tidak mengenal batas akhir dalam menempuh pendidikan. Hal tersebut mengingat tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam adalah terbentuknya akhlak al-karinah. Pembentukan itu membutuhkan waktu yang panjang, yaitu sepanjang hayat manusia.
       Pendidikan Islam yang bersumber dari wahyu dan diterapkan oleh Rasulullah SAW telah sejak lama mengenal konsep pendidikan seumur hidup. Konsep ini pula yang diterapakan dalam sistem pendidikan Islam, konsep pendidikan tanpa batas usia.
       Al-Qur’an dan Hadist merupakan sumber utama dalam pendidikan islam, mungkin lebih baiknya pendidikan islam ini supya mempunyai wacana guna mencetak insan kamil, sangat perlu ditambah dengan Istimbath dan Ijtihad para ulama yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan Hadist. Maka dari itu pendidik dan peserta didik harus paham kepada kandungan Al-Qur’an dan Hadits. Ketika ada pendapat dan bertentangan dengan keduanya, bila suatu ajaran itu tidak sesuai dengan isi Al-qur’an dan hadist, seharusnya pendidikan tidak boleh menerimanya sebagai acuan.
       Pendidikan seumur hidup tergambar secara implisit dalam Surat Al-'Alaq, yaitu tidak adanya batasan yang konkret tentang kapan seorang harus mulai belajar dan sampai kapan. Tuhan hanya menjelaskan bahwa manusia harus membaca dan belajar. Dengan demikian, manusia perlu belajar sejak dilahirkan sampai ajalnya tiba. Sebagaimana sabda Rosulullah saw. berikut:
أطلـبُ الِعلم ِمنَ المَهْدِ اِلىَ اللحْد
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahad
3.      Bertahap
       Ibnu khaldun berpendapat bahwa seseorang pendidik hendaknya mendidik secara bertahap, mengulang-ulang sesuai dengan pokok bahasan dan kesanggupan peserta didik, tidak memaksakan atau membunuh daya nalar peserta didik, tidak berpindah dari satu topic ketopik lain sebelum topic pertama dikuasai, tidak memandang kelupaan sebagai suatu aib, tetapi agar mengatasinya dengan jalan mengulang. Jangan bersikap keras dengan peserta didik, memilih bidang kajian yang dikuasai peserta didik, mendekatkan pererta didik pada pencapaian tujuan memperlihatkan tingkat kesanggupan pererta didik dan menolongna agar mampu memahami pelajaran.
       Menurut Syaikh Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.
       Pendidikan sabagai usaha membina dan mengembangkan peribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui peroses demi peroses kearah tujuah akhir perkembangan/pertumbuhannya.[4]
4.      Berpusat pada Peserta Didik
       Manusia yang menjadi objek pendidikan Islam ialah manusia yang telah tergambar dan terangkum dalam Al-Qur’an dan hadits. Potret manusia dalam pendidikan sekuler diserhakan pada orang-orang tertentu dalam masyarakat atau pada seorang individu karena kekuasaanya, yang berarti diserahkan kepada angan-angan seseorang atau sekelompok orang semata. Sedangkan pendidikan Islam merupakan usaha untuk mengubah kesempurnaan potensi yang dimiliki oleh peserta didik menjadi kesempurnaan aktual, melalui setiap tahapan hidupnya. Dengan demikian fungsi pendidikan Islam adalah menjaga keutuhan unsur-unsur individual peserta didik dan mengoptimalkan potensinya dalam garis keridhaan Allah.

5.      Adil dan Jujur dalam Mendidik
       Seorang pendidik pada hakikatnya bukan melulu merupakan profesi atau kerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan ia mendidik karena panggilan agama, yaitu upaya untuk mendekatkan diri kepada Alloh, mengharapkan keridhoan-Nya, menghidupkan agama-Nya, mengembangkan seruan-Nya. Sebagai profesi, seorang pendidik tidak boleh menggabaikan kewajibannya. Ia wajib bekerja yang dapat menghasilkan ilmu yang berkelanjutan, ia harus tetap membaca, menelaah, berfikir, menghafal, mengarang dan berdiskusi. Seorang pendidik agar tidak menyia-nyiakan usianya untuk hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan ilmu, kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk makan, minum istirahat, menggauli isterinya dan menghasilkan bekal hidup. Hal yang demikian ini dilakaukan karena derajat seorang alim adalah derajat pewaris Nabi dan derajat ini tidak dapat dicapai kecuali dengan menenpa diri.
       Abdurrahman an-Nahlawy menyarankan agar pendidik dapat melaksanakan tugasnya dengan baik harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut; 
a.       Tingkah laku dan pola fikir pendidik harus bersikap rabbani, sebagaimana tersirat dalam QS ali-Imran (3): 79, 
b.      Seorang pendidik harus memiliki rasa ikhlas, 
c.       Pendidik harus bersabar dalam mengerjakan dalam berbagai pengetahuan kepada peserta didik,
d.      Pendidik harus jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya
e.       Pendidik senantiasa membekali dengan ilmu dan kesediaan membiasakan untuk mengkajinya,
f.       Pendidik mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi, 
g.      Pendidik harus mampu mengelola peserta didik, harus tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkataan secara proposional, 
h.      Pendidik harus mampu mempelajari kehidupan psikis peserta didik selaras dengan masa perkembangannya, 
i.        Pendidik harus bersikap adil.
6.      Menuntut Ilmu adalah yang Utama
       Pendidikan bukan hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh di mana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dangan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan pendidik tersebut. Penerapan prinsip keutamaan ini adalah tindakan nyata seperti, perlakuan dan keteladanan. karena itu prinsip keutamaan sebagai landasan penerapan konsep-konsep pendidikan sekaligus menjadi tujuan pendidikan itu sendiri, yakni merupakan sesuatu yang diharapkan terbentuk dan tertanam pada diri setiap hasil didik.
7.      Mengembangkan Fitrah
       Pendidikan Islam sejak awal merupakan salah satu usaha untuk menumbuhkan dan memantapkan kecendrungan tauhid yang telah menjadi fitrah manusia. Agama menjadi petunjuk dan penuntun ke arah itu. Oleh karena itu, pendidikan Islam selalu menyelenggrakan pendidikan agama. Namun, agama di sini lebih kepada fungsinya sebagai sumebr moral nilai.
Sesuai dengan ajaran Islam pula, pendidikan Islam bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu sebagai materi, atau keterampilan sebagai kegiatan jasmani semata, melainkan selalu mengaitkan semuanya itu dengan kerangka praktik ‘amaliyyah yang bermuatan nilai dan moral. Jadi, pengajaran agama dalam Islam tidak selalu dalam pengertian ilmu agama formal, tetapi dalam pengertian esensinya yang bisa saja berada dalam ilmu-ilmu lain yang sering dikategorikan secara tidak proporsional sebagai ilmu sekuler.
       Proses pendidikan Islam bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai pendidik pada seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam term al-tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu:[5]
a.       Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh)
b.      Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan
c.        Mengarahkan seluruh fitrfah menuju kesempurnaan
d.      Melaksanakan pendidikan secara bertahap.
       Dari penjelasan tersebut dapat diringkas bahwa prinsip-prinsip dasar pengertian tarbiyah dalam Islam adalah; bahwa murabbi atau pendidik yang sebenarnya hanyalah Allah, karena Dia Pencipta fitrah, potensi kekuatan dan kelemahan, dan paling tahu tentang hakikat manusia itu sendiri, karenanya perlu dipelajari terus menerus siapa sebenarnya manusia itu sesuai dengan perintah Tuhan. Penumbuhan dan pengembangan secara sempurna semua dimensi manusia baik materi, seperti fisiknya, maupun immateri seperti akal, hati, kehendak, kemauan adalah tanggung jawab manusia sebagai konsekwensi menjalankan fungsinya sebagai hamba Tuhan dan sebagai fungsi khalifah.
       Dalam proses tarbiyah seharusnya mengambil nilai dan dasarnya dari Al-Qur’an dan Sunnah dan berjalan sesuai dengan sunnatullah yang digariskan-Nya. Setiap aktivitas tarbiyah mengarah kepada penumbuhan, perbaikan, kepemimpinan, atau penjagaan setiap dimensi dalam diri manusia, baik aktivitas itu direkayasa atau secara nattural. Tarbiyah yang direkayasa mengharuskan adanya rencana yang teratur, sistematis, bertahap, berkelanjutan dan fleksibel. Subjek sekaligus objek dalam aktivitas tarbiyah adalah manusia. Tarbiyah tida terbatas pengetiannya sebagai sekedar transfer ilmu, budaya, tradisi, dan nilai tetapi juga pembentukan kepribadian (transformatif) yang dilakukan secara bertahap.[6]



PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Pendidikan merupakan sebuah proses dimana manusia yang mempunyai pengetahuan menyalurkan atau mentransfer pengetahuan kepada orang lain sehingga terjadi perubahan sikap dan tingkah laku untuk lebih mengerti dan mendewasakan melalui upaya yang dikehendaki.
2.      Prinsip pendidikan Islam yang harus memuat; Ikhlas termasuk ke dalam amalulqalb (pekerjaan hati). Jika demikian, ikhlas tersebut lebih banyak berkaitan dengan niat (motivasi), menuntut ilmu adalah fardhu ‘ain artinya diwajibkan bagi tiap-tiap muslim selama hidupnya. Oleh karena menuntut ilmu berlangsung seumur hidup, yaitu sejak dilahirkan sampai meninggal dunia, pendidikan harus bertahap, mengulang-ulang sesuai dengan pokok bahasan dan kesanggupan peserta didik, tidak memaksakan atau membunuh daya nalar peserta didik, tidak berpindah dari satu topic ketopik lain sebelum topic pertama dikuasai, Manusia yang menjadi objek pendidikan Islam ialah manusia yang telah tergambar dan terangkum dalam Al-Qur’an dan hadits, dalam mendidik haruslah jujur dan juga adil, menuntut ilmu merupakan yang paling utama untuk mengembangkan fitrah manusia yang diberikan oleh Allah swt.










DAFTAR PUSTAKA

Attabik Ali dan M. Zuhdi Muhdlar, 1996, Kamus al-Ashry, Yogyakarta :
Muassasah Ali Maksum

Muhaimin dan Abdul Majid, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung :
Trigenda Karya

Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka

M. Arifin, 1999, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta ; Bumi Aksara

Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan
Praktis, Jakarta: Ciputat Pers

Maragustam,  2010, Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Falsafah
Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera

Abdurrahman An-Nahlawy. 1989. Prinsip-Prinsisp Metode Pendidikan Islam.
Bandung: Diponegoro

Arifin, H.M, 2000 . Kapita Selekta Pendidikan (Islam & Umum), Jakarta: Bumi
Aksara

Abdullah, Abd. Rahman. 2002. Aktualisasi konsep dasar Pendidikan Islam
(rekonsstruksi pemikiran tinjauan filsafat pendidikan Islam), Yogyakarta: UII Press

Zoerni Mocthar, 2012, 40 Metode Pendidikan dan Pengajaran Rosulullah
Solallohualaihi wa salam, Bandung:Irsyad Baitus Salam

Tafsir Ahmad, 2011, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung:Remaja
Rosdakarya


       [1] Attabik Ali dan M. Zuhdi Muhdlar, 1996, Kamus al-Ashry, Yogyakarta : Muassasah Ali Maksum, Hal. 250
       [2] Muhaimin dan Abdul Majid, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung : Trigenda Karya, Hal. 130
       [3] Op.cit, Attabik Ali dan M. Zuhdi Muhdlar, Hal. 445
       [4] M. Arifin, 1999, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta ; Bumi Aksara, Hal. 11
       [5] Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, Hal. 26
       [6] Maragustam,  2010, Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera, Hal. 23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP MOTIVASI DALAM PERILAKU ORGANISASI

Motivasi terbentuk dari adanya interaksi antara individu dengan situasi yang dihadapi. Motivasi bukanlah sebuah sifat pribadi namun lebih ke dorongan seseorang untuk bekerja atau mencapai suatu tujuan. Di dalam suatu organisasi, seorang atasan dituntut untuk mampu memberikan motivasi bagi bawahannya agar bekerja sesuai dengan tanggung jawabnya. Motivasi erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan individu, dimana semakin terpenuhi kebutuhan seseorang dalam organisasi, maka semakin termotivasi seseorang untuk bekerja dengan sebaik-baiknya Di Organisasi juga berlaku demikian. Mungkin seseorang yang bergabung dalam sebuah organisasi akan mengorbankan waktunya, tenaganya, pikirannya, materinya yang dimilikinya, bahkan ada yang mengorbankan nyawanya untuk sebuah organisasi. Karena ada yang dituju dan hasil yang diharapkan. T erlibat aktif dalam organisasi akan mengembangkan kemampuan dan kapasitas pribadi seseorang. Telah terbukti baik secara ilmiah maupun secara realita dikehidupan s

KONSEP KINERJA DAN RETENSI INDIVIDUAL

Sumber Daya Manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan berjalannya kegiatan di dalam organisasi. Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh tingkat kompetensi, profesionalisme, dan juga komitmennya terhadap bidang pekerjaan yang ditekuninya. Kinerja seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat kepuasan kerja yang dimiliki. Kepuasan kerja seseorang juga dipengaruhi baik dari dalam maupun dari luar. Untuk sisi internal, kepuasan kerja seseorang akan menyangkut komitmennya dalam bekerja, baik komitmen professional maupun komitmen organisasional. Sedangkan dari sisi eksternal, kepuasan kerja dipengaruhi oleh lingkungannya dimana seseorang berada (Amilin dan Rosita Dewi, 2008:13).      Kualitas   m a n usia   y ang   d ibutu h k a n   ol eh  b a ngsa   I ndo n esia   p a da   masa  y a ng   a k a n   da t ang ada l ah y a ng m a m pu  me ngha d api  p e r s a i ngan y a ng sem a kin ketat  d eng a n  b